Sabtu, 03 April 2010

nanoteknologi untuk penghematan energi

Nanoteknologi telah menjadi harapan umat manusia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan teknologi yang dihadapi saat ini. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga sifat-sifat yang belum dikenal dapat diakses. Aplikasi nanoteknologi akan membuat revolusi baru dalam dunia industri, dan diyakini bahwa pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai teknologi nano dan mengintegrasikan dalam seluruh aspek ilmu pengetahuan dan teknologi di negaranya. Untuk menguasai teknologi nano, kita bangsa Indonesia memerlukan kerjasama berbagai pihak dan mensinergikan berbagai potensi bangsa.


Salah satu permasalahan energi nasional yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah masih tingginya tingkat intensitas energi (energy intensity) nasional. Tingkat intensitas energi, yang dihitung dengan membagi volume penggunaan energi nasinoal (Ton Oil Equivalent) dengan nilai Produk Domestik Bruto (juta USD), merupakan salah satu indeks makro yang menyatakan seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara untuk menghasilkan nilai tambah ekonominya. Berdasarkan studi JICA nilai indeks intensitas energi nasional, sejak tahun 2000 sampai dengan 2005, berkisar antara 631 738 ToE/Mill-USD [JICA, 2007].

Nilai ini dinilai tinggi jika dibandingkan dengan, misalnya Jepang: 115, Singapore: 240, Malaysia: 456, Inggris: 110, Jerman: 127 dan Amerika Serikat: 199 [IEEJ, 2007]. Adanya selisih yang cukup siginifikan ini menunjukkan bahwa penggunaan energi di Indonesia masih boros. Bahkan dibandingkan dengan negeri tetangga kita, Malaysia, nilai intensitas energi kita masih 30% lebih tinggi.


Pemborosan energi, khususnya di Indonesia, memang lebih banyak disebabkan karena pola penggunaan yang belum efisien atau lebih terkait dengan budaya dan gaya hidup masyarakat. Namun sebenarnya banyak sekali teknologi yang dapat diterapkan untuk mengubah atau meminimalisir gaya hidup yang boros energi, sebagaimana terjadi di Indonesia. Dan rekayasa material melalui nanoteknologi menjadi sangat penting di sini.


Salah satu permasalahan energi nasional yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah masih tingginya tingkat intensitas energi (energy intensity) nasional. Tingkat intensitas energi, yang dihitung dengan membagi volume penggunaan energi nasinoal (Ton Oil Equivalent) dengan nilai Produk Domestik Bruto (juta USD), merupakan salah satu indeks makro yang menyatakan seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara untuk menghasilkan nilai tambah ekonominya. Berdasarkan studi JICA nilai indeks intensitas energi nasional, sejak tahun 2000 sampai dengan 2005, berkisar antara 631 738 ToE/Mill-USD [JICA, 2007]. Nilai ini dinilai tinggi jika dibandingkan dengan, misalnya Jepang: 115, Singapore: 240, Malaysia: 456, Inggris: 110, Jerman: 127 dan Amerika Serikat: 199 [IEEJ, 2007]. Adanya selisih yang cukup siginifikan ini menunjukkan bahwa penggunaan energi di Indonesia masih boros. Bahkan dibandingkan dengan negeri tetangga kita, Malaysia, nilai intensitas energi kita masih 30% lebih tinggi.



Sumber :

http://nano.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=108&Itemid=33



Tidak ada komentar:

Posting Komentar